Tiga Jadi Empat

Ada sebuah perkataan soal New York, begini bunyinya: hidup di New York itu baru bakal sempurna kalau 3 hal sudah terpenuhi; rumah, pekerjaan, dan pasangan. Ini bukan New York sih, tapi 3 hal itu tetap penting buat hampir semua manusia.

Rumah
Lagi-lagi, pertanyaan soal rumah mengusik pikiran. Sejatinya sungguh sudah jelas, bahwa yang layak disebut rumah adalah sayur oyong buatan ibu dan nasi goreng buatan ayah. Kalimat itu tentu bukan untuk diterjemahkan literally; maksudnya, cintaku yang sebesar itu terhadap sayur oyong dan nasi goreng tidak akanlah eksis tanpa juru masaknya yaitu ayah dan ibu. Maka dari itu, sungguh rumah bagiku adalah yang tercipta dari adanya ayah, dan adanya ibu. Yang lain, hanya tempat singgah.

Tapi hidup kan tidak melulu begitu, hidup ini tak cuma melenggak-lenggok lembut seperti jogetan tradisional jawa, tapi juga ngebor seperti Mbak Inul. Keras. Belom selesai dengan satu hal, udah ditendang ke hal yang lain. Begitu terus. Tapi tendangan-ke-hal-lain itulah yang ternyata kadang adalah jawaban dari hal sebelumnya. Misalnya, dulu waktu masa peralihan remaja ke dewasa, rasanya terlalu banyak perbedaan di antara aku dan keluarga (terutama ayah dan ibu). Rasanya rumah bukanlah rumah, tiap hari berantem udah setara orang kesurupan, diikutin dengan diem-dieman. Rasanya mau pergi terus - dan memang itu yang kulakukan. Setelah jauh, ada rindu, walaupun malu mengakuinya. Hihihi. Waktu balik ke rumah setelah beberapa waktu, barulah sadar bahwa definisi rumah, definisi koneksi, definisi cinta, bukanlah yang tercipta hanya karena rindu. Rindu itu hanya salah satu media untuk membuat definisi-definisi yang tadinya blur jadi sharp.

Pekerjaan

Karena kecintaanku terhadap teka-teki, maka pekerjaanku meliputi menerjemahkan teka-teki. I am a nurse! Disini bukan soal teka-teki biasa, melainkan teka-teki terbesar di dunia, yaitu manusia. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, teka-teki ini kucatat gerak-gerik, mimik, dan ucapannya. Tujuannya nggak lain adalah demi menemukan cara yang paling pas untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam satu koridor, ada kurang lebih 25 teka-teki yang setiap beberapa minggu berganti. Setiap teka-teki punya aturan yang berbeda, bikin permainan ini jadi lebih menantang dan menarik. Pekerjaan ini lebih sering akkord daripada santai. Lupakanlah film-film dimana perawat-perawat ngegosip di ruang kerja, ngegodain dokter, dan nyuntik pasien sambil nungging-nungging. Sebelum ngegosip, sebelum godain dokter, dan sebelum nungging, ketukan detik dinding jam mengingatkan bahwa waktu geraknya luar biasa cepat. Bel dari lima kamar dalam satu waktu bikin telinga pengang, lalu datang tim ambulans dengan pasien baru yang tubuhnya penuh luka biru-biru, di saat yang bersamaan, ada puluhan botol infus yang harus disiapin, dipasang di jam yang tepat, pada pasien yang benar. Ditambah lagi, "saya udah nunggu 5 jam! Kapan dokter saya datang?" Mampus aja boi. Selesai kerja, rasanya cuma bisa tiduran di sofa sambil berusaha melupakan makian pasien soal ketidakprofesionalanku. Bukan rahasia kalau dunia kesehatan lagi kacau situasinya. Kurang personal dan ketentuan kerja yang seringnya nggak patient-oriented, apalagi worker-oriented. Miris, tapi kalau disuruh keluar dari lingkup ini, enggan juga rasanya. Harapan jadi hiburan, suatu hari pasti membaik.

Kalau lagi lelah, yang teringat cuma negeriku endonesa. Seambruk-ambruknya itu negeri, cuma disana hal seserius apapun boleh dibikin lucu. Ketika negara lain panik karna virus menular, orang Indonesia sibuk gaplek sambil ngerokok jisamsu. Kalau mencoba ngelucu di tengah situasi yang lagi hektik, aku malah diliatin sinis... apa aku aja ya yang ga lucu?

Ketika memilih sebuah pekerjaan dan sebuah tempat kerja, menurutku, harus dipikir matang-matang bahwa itu akan jadi bagian dari hidup. Separuh waktu akan dihabiskan disana, separuh hati akan dihabiskan untuk melakukannya. Kekurangmatangan pikiran akan mengakibatkan sia-sianya separuh waktu dan hati.

Sudah jelas bagiku sebetulnya bahwa bidang kerja ini tempat yang paling "aku". Lelah dan sedikit-banyak stres sesekali toh memang bagian dari sebuah profesi, walaupun belum lebih bisa dibilang pemula daripada senior, aku boleh rasanya menyimpulkan begicu. Tapi... kadang rasanya betul-betul mau keluar aja, memulai hal yang benar-benar berbeda, jauh dari rutinitas rumah sakit, hektik problemanya dan jam kerja yang jauh dari manusiawi. Rasanya mau ikutin kata hati yang maunya dipercik sensasi, ragam dan "hidup". Maunya main sana-sini, gonta-ganti, sampai puas. Ah, mungkin bener adanya, yang namanya kedewasaan itu berselaras dengan kemampuan berkomitmen.

Pasangan
Hidup itu terlalu besar, manusia butuh pasangan untuk berbaginya. Begitu sih katanya, makanya jadi penting. Kapan-kapan kita ngomongin lebih panjang soal pasangan kalau udah ada pengalaman, ya. Hyahahah.



Karena ini bukan New York, boleh ya ditambah satu unsur penting biar hidup bisa jadi sempurna...

Percaya
Coba ulang kata "percaya" lima puluh kali. Indah, nggak sih? Per - ca - ya (sekilas teringat nyanyian Briptu Norman joget caya-caya yang viral berapa taun lalu). Percaya bukan cuma berarti yakin, tapi juga berlepas. Ada kekuatan yang lebih besar daripada manusia dan alam semesta altogether. Kekuatan yang kadang jalan maunya ga bisa ditebak dan dicekal. Tanpa Percaya, entahlah seberat apa hidup bakal jadinya.

Comments

Popular posts from this blog

The Museum

Germany!

Cimemeh dan Insiden Telor