Kintimplisi

Entah apa yang bisa benar-benar tepat deskripsikan tahun 2015 ini. Dalam satu tahun terakhir ini ada terlalu banyak pengalaman dan pelajaran yang harus kurangkul erat-erat, terlalu banyak orang-orang asing yang akhirnya jadi bagian dari rutinitas sehari-hari, terlalu banyak perasaan-perasaan baru yang harus dicicip satu-satu (dan bahkan beberapa dalam waktu yang sama), terlalu banyak juga keputusan-keputusan yang pada akhirnya diganti, ditunda, bahkan dibuang, terkadang hanya untuk mengenal diri lebih dalam. Tak jarang juga pada akhirnya ada semacam keharusan untuk memainkan peran lain yang benar-benar bukan aku, semata-mata, ya, untuk menjadi diriku. Pada akhirnya bisa juga menatap ke belakang tanpa kesal dan menyesal, walaupun sebenarnya tak terhitung lagi berapa banyak kesalahan bodoh yang tidak sengaja dan sengaja dilakukan.

Seperti undur-undur di pojokan kamar, rasanya seperti menjadi sangat kecil dan kosong, tapi pada saat yang bersamaan aku merasa tenang dan nyaman. Akhirnya bisa juga mengatakan, jika hidup benar-benar bisa diulang, aku tetap mau menjadi diriku dan tidak mengubah satu aksi kecilpun (kecuali disediakan opsi lain selain menjadi manusia, hehe).

Beberapa bulan juga terakhir adalah bulan-bulan yang hebat, dimana emosi-emosi eksesif akhirnya menyerah menggoda dan pergi entah kemana. Beberapa pertanyaan yang dikira ngga akan pernah bisa terjawab akhirnya pelan-pelan terjawab juga. Bener kata ayah dan ibu, bahwa akan ada waktunya kita melihat ke belakang dan mengerti mengapa dulu harus begini dan begitu. Bukan waktu yang sebentar dan mudah, bahkan bisa dibilang tahun ini adalah tahun yang benar-benar melelahkan. Beberapa kali, mau nggak mau, harus juga aku bertemu kondisi dimana cuma mau tengkurap sambil menangis sampai ketiduran. Nggak jarang juga aku berharap akan ada perhatian-perhatian kecil dari yang tak terduga, sejujurnya. Pengharapan itu akhirnya berujung baik, bukan karna ia terkabul, tapi karna aku akhirnya bisa memeluk dengan damai semua yang tak terkabulkan. Kita tidak pernah benar-benar takut akan kesepian atau ditinggalkan, yang kita takutkan adalah bertemu diri kita sendiri, kata sebuah kutipan Buddha.

Ini bukan akhir dari semuanya, karena pada hakikatnya hidup memang tidak pernah benar-benar habis dan selesai. Hidup bukan ujian, Tuhan dan semesta bukan guru atau pengawas, bukan juga permainan yang harus dimenangkan, karena pada titik tertentu, kekalahan justru adalah kemenangan itu sendiri. Walaupun memang benar, bahwa perasaan terkalahkan dan kemenangan itu begitu nyata rasanya. Belum ada yang benar-benar bisa jelaskan hidup itu apa dan untuk apa, tapi manusia perlu tahu bahwa hidup lebih dari sekedar tafsir-menafsirkan.

"Tragedy is the most ridiculous thing" - Frida Kahlo

Selamat menjelang tahun baru! Semoga kita semua bisa membangun hubungan yang lebih baik lagi dengan kehidupan.

Comments

Popular posts from this blog

The Museum

Germany!

Cimemeh dan Insiden Telor