Selebrasi Ulang Tahun ke-19; Jalan-Jalan Ke Baduy
Semoga bisa menjadi
manusia yang lebih dewasa dalam kesehariannya (dewasa itu apa ya), dan semoga bisa lebih handal menyeimbangkan kemampuan melepas dan
menerima banyak hal yang ditawarkan semesta. Kalau bisa tercapai, mungkin itu bakal lebih
baik daripada mendapat perayaan atau kejutan selamat ulang tahun
dari yang tak terduga.
Omong-omong soal
perayaan, perayaan ulang tahun kali ini mungkin adalah salah satu yang terbaik, walaupun
nggak ada kue, tumpeng, atau kado yang berlimpah. Bahkan ucapan selamat ulang
tahun yang didapat, nggak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Tapi apa artinya
ucapan, kue, tumpeng, dan kado yang berlimpah, tanpa ibu yang memperjuangkanku 19 tahun lalu. Kalau ada yang perlu diucapkan di hari ulang tahun, maka ucapan
itu untuk ibu, karena tangisku yang pecah diantara lelahnya, ia anggap
anugerah.
Perayaan ulang tahun ini
berupa sebuah perjalanan ke Suku Baduy yang tinggal jauh di pedalaman Banten.
Nggak ada alasan khusus kenapa harus dirayakan dengan jalan-jalan, dan kenapa
harus Baduy. Lagi-lagi, seperti kebanyakan jalan-jalan yang akhirnya jadi, ini
tanpa rencana. Cuma Muthi yang tiba-tiba chat line ngasih info tentang short
trip ke Baduy yang diadain sama tantenya (berarti ini basically hadiah ulang tahun dari Muthi dong ya haha). Wah, it could be one hell of a great
thing to celebrate my birthday with, i thought.
With only Rp270.000,00
(udah include transport, makan, souvenir dan kaos), udah bisa dapet jalan-jalan dahsyat
ke Baduy. Bukan cuma dahsyat
treknya menuju Baduy Dalam yang bikin mau nangis, tapi juga dahsyat
karna bisa kenal sama banyak orang baru dan belajar banyak dari orang-orang
Baduy, terutama Baduy Dalam.
Berangkat tepat di hari ulang
tahun, dan sampe di lokasi (Baduy Luar, Ciboleger) menjelang
selesainya hari ulang tahun. Besoknya, pagi-pagi jam 8, dimulai perjalanan 14
KM ke Baduy Dalam yang makan waktu 4 jam kalo cepet, tapi karna banyak leha lehe ngaso sana sini, padahal udah sewa porter, jadi ngalor sekitar satu jam. Treknya jahat
sekaligus asik: naik-turun-sebrang kali-naik-turun-sebrang kali-repeat.
Begitu sampe di kali besar (yang entah namanya) yang jadi perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam, semua barang elektronik harus dimatiin, nggak boleh dinyalain sama sekali. Kamera juga. Nggak boleh ambil foto selama di Baduy Dalam. Ada hukum adat Baduy yang melarang, dan entah bener atau ngga, tapi kalau melanggar nanti kena kutukan. Soal percaya atau ngga percaya itu urusan masing-masing, tapi mengingat bahwa kita hanya tamu disini, lebih baik kalau bisa menghormati semua aturan tuan rumah, no?
The holy jembatan yang misahin Baduy Luar dan Baduy Dalam.
P.S miringin kepala aja ya liatnya, udah bolak balik reupload gabisa ke-rotate :(
Kebanyakan peserta lain
langsung tidur atau makan di teras rumah Baduy yang semuanya didesain sama persis, tapi gue
sama Muthi malah ke sungai bersihin daki, pipis (yang makan waktu setengah jam
karna nyari batu yang cukup besar dan bisa menghalangi dari setiap sisi),
sambil ngobrol-ngobrol main air. Sayang banget gak boleh foto padahal itu
adalah salah satu sungai terbagus yang pernah gue liat! Tapi ada bagusnya juga, kita jadi lebih
menghargai setiap momen, bukannya ngabisin waktu dengan nyari sudut yang pas buat foto berulang-ulang.
Puncak dari kegiatan
sebenarnya itu pertemuan kami dengan Jaro, wakil presiden Baduy. Presiden Baduy
sendiri, yang dikenal dengan sebutan Puun, nggak bisa ditemui rombongan, dia cuma
mau ditemui secara pribadi dan janji temu yang jelas. Jaro menjawab semua pertanyaan yang diajukan soal
Baduy, meskipun nggak begitu ramah, tapi keliatannya dia orang baik.
Semuanya kadang agak ngga
masuk akal di Baduy. Semua orangnya harus pake baju hitam atau putih dan
modelnya cuma ada 3. Yang pertama, kemben hitam buat perempuan, yang kedua baju
hitam dan baju putih unisex dengan bawahan semacam rok. Orang Baduy Dalam ngga
boleh pake sendal, ngga boleh pake kendaraan. Porter sewaan gue, Sapri, yang
kebetulan kemarin jadi guide sekaligus temen ngobrol sepanjang jalan, cerita
dia pernah ke Jakarta. “Udah pernah lima kali,” jawabnya sambil senyum-senyum
seneng sumringah gemes.
“Wah, kemana aja?”
“Pernah ke Pancoran,
terus punya temen juga di Universitas Sahid”
“Naik apa kesana?
Memangnya tahu gimana?”
“Jalan kaki dua hari”
Kemudian hening yang
sangat lama
..................................................................................................................................
Ke Jakarta dari Banten jalan kaki. On
foot, bro, on foot.
Ternyata, setelah ditanyakan ke Jaro, itu memang bagian dari ibadah mereka. Pake baju hitam putih juga
ternyata memang bagian dari ibadah mereka. Tiap ditanya kenapa, hampir selalu
dijawab Jaro dengan “ya memang sudah aturannya dari jaman nenek moyang begitu”.
Sistem perjodohan masih
berlaku disana. Dari kecil, warga Baduy udah punya jodoh, dan hanya boleh
menikah sekali seumur hidup. Kalau cerai, dua-duanya kena sanksi hukum adat,
harus tinggal di Baduy Luar selama 40 hari, kalau setelah itu salah satu atau
dua-duanya masih mau cerai, mereka dicoret dari daftar warga Baduy Dalam. Sapri
udah punya jodoh juga, walopun belum menikah.
“Terus kamu ngapain aja?”
“Ya... ke ladang berdua,
hehe”
Oke.
Melahirkan juga harus ke
Paraji. Pernah ada sekali, warga Baduy yang persalinannya bermasalah, maka dia
pergi ke Baduy Luar cari bidan (coba pikirin gimana lagi hamil
gede jalan 14KM naik turun bukit), bayinya lahir selamat, tapi dia kena sanksi hukum adat. Semutlak itulah aturan Baduy.
Tapi despite banyaknya
aturan yang menurut kebanyakan orang agak ngga masuk akal, hidup di Baduy Dalam
itu enak. Seenak segernya air sungai dan alamnya yang bersahabat.
Rasanya banyak banget
yang mau ditanyain ke Jaro, tapi ujungnya ngga banyak yang jadinya ditanyain. Mungkin
karna emang masih terlalu unbelievable banget aja kali ya ngeliat Baduy dan
warganya. Jadi sebenernya cuma mau nanya “Pak
ini beneran ngga sih suku ini?! Jangan-jangan nanti saya keluar Baduy masuk
acara ‘Kena Deh!’!”
Tapi sampe balik ke
Bogor pun ngga ada kamera dimana-mana dan pembawa acara yang bilang "Kena Deh!"
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAsik tuh selebrasinya haaha..! Widih jalan kaki ke jkt? Saluuuddd
DeleteHaha speechless banget men... jalan kaki...
Delete