Sebelum Lulus SMA

It’s D-50 days to National Exam already. Oh wow, time really rocks.

Diantara sibuk-sibuknya mempersiapkan diri buat UN, here i found myself romanticizing with those good old days in Dwiwarna.

It started 3 years ago, when i received a text from my mom, telling me that Dwiwarna just called and told her i was accepted. Kalau nggak salah waktu itu lagi ngukur baju wisuda sama beberapa temen SMP lainnya. 

Bulan Juni pada tahun yang sama, akhirnya resmi jadi siswi SMA Dwiwarna (Boarding School). Lucu sih kalau inget dulu awkward mampus satu sama lain, kentut aja malu-malu, ngaku abis boker aja kaya pengakuan dosa. Sekarang, malah lomba kentut siapa yang paling bau, dan boker minta ditemenin dengan pintu toilet dibuka. 

Diawali dengan POSBA (Pekan Orientasi Siswa Baru) Dwiwarna yang super keren, terlepas dari menyeramkannya kakak kelas dan capeknya push-up, it made us got to know each other very well. Awalnya, aturan buat pulang 2 minggu sekali pastinya berasa hukuman berat banget, sekalinya minggu pulang udah kaya binatang dilepas dari kandang. But look at us now, bahkan setelah 3 minggu lewatpun, males pulang ke rumah. 

Tahun kedua di Dwiwarna, for most people (including me), bisa dibilang klimaksnya hidup di sekolah asrama, alias karna banyak drama! Di tahun kedua, Dwiwarna mempercayakan pada muridnya buat ngurus OSIS, MPK, ROHIS, segala macam organisasi ekstrakulikuler, dan (yang paling fantastis) Festival Dwiwarna. 

Tahun ketiga, asik juga sih. Asik nangis-nangis mikirin ini mau kuliah dimana. Asik ngeliatin nilai tahun-tahun silam kok begini dan begitu bentuknya. 

Meskipun sudah berjuta-juta orang (kecuali guru-guru) yang bilang “udah nikmatin dulu aja masa-masa SMA, kuliah gak seenak SMA lho”, “kuliah udah mikir kawin, idup lo berasa di ujung tanduk” “kawin gak enak lho”, tetep aja sih (most of us) kepengen buru-buru kuliah, beberapa juga kepengen buru-buru kawin.

25% temen seangkatan gue udah keterima di universitas swasta Indonesia, 5% nya udah keterima di universitas luar negeri. 70% nya masih nangis darah muntah kucing belum pasti sama universitas masa depannya. Bisa ditebak ya makhluk kerdil yang sedang menulis tulisan ini masuk golongan yang mana.

Gue masih dengan keinginan muluk buat jadi dokter. Bukan sekali gue bertanya kenapa sih harus banget kepengen jadi dokter? Kenapa gak kepengen masuk apa gitu yang kebanyakan kaum mainstream pilih (not to mention it’s not good) atau jurusan lain yang passing grade-nya lebih kecil. 

Dan diatas semua itu..... kenapa nilai begitu hancur.

Yaudah. I got my own reasons.

Prom night is also getting even closer, it’s still 4 months from now, tapi udah pada sibuk nanyain siapa diajak siapa, dan siapa ngajak siapa. As for myself, i am not going.

Ah yang jelas, bakal kangen sama little things that happen here in this school of mine. Pasti bakal amat sangat kangen duduk-duduk ngobrol ringan di sofa coklat tua lobi asrama, belajar bareng di mesjid, ngegosip sampe pagi, mungkin juga sama lorong menuju asrama putri, sama aula sekolah, sama kelas kecilku XII IPA 1, sama kolam renang yang airnya terasa lebih segar sebelum matahari keluar, sama lapangan sekolah tempat lari sore, lapangan basket, sama pembina yang sering diomongin di belakang, guru yang rese, sleepless night-movie marathon, ngobrol di RAOS, atau sekedar main gitar dan nyanyi rame-rame di depan kelas. Duh loba pisan lah.

Intinya, thank you so much dear Dwiwarna for letting me stay for 3-fruitful-year, and letting me meet fantastic people under your roof, above your ground.

Kuliah nemu yang begini kagak ya. 





 










Aaanyhow... i wish that highschool never actually ends.

Comments

Popular posts from this blog

The Museum

Germany!

Cimemeh dan Insiden Telor